Minggu, 09 Oktober 2011

Enzim Alosterik

Enzim Alosterik
Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim merupakan protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut sebagai substrat, dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang berbeda, disebut produk. Hampir semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat.
Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa.
Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa, yang biasanya jauh lebih besar dari katalisator sintetik. Spesifisitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya, dan enzim mempercepat reaksi kimia spesifik tanpa pembentukan produk samping. Enzim ini bekerja dalam cairan larutan encer, suhu, dan pH yang sesuai dengan kondisi fisiologis biologis. Hanya sedikit katalisator non-biologi yang dilengkapi dengan sifat-sifat ini. Melalui aktivitasnya, sistem enzim terkoordinasi dengan baik sehingga menghasilkan hubungan yang harmonis di antara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda, semuanya mengacu untuk menunjang kehidupan. Enzim merupakan suatu protein, maka sintesisnya dalam tubuh diatur dan dikendalikan oleh sistem genetik, seperti halnya dengan sintesis protein pada umumnya.

-          Sifat-sifat Enzim
a). Enzim bekerja secara spesifik :
Spesifisitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya, dan enzim mempercepat reaksi kimia spesifik tanpa pembentukan produk samping. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap.
Beberapa enzim memiliki spesifisitas yang hampir absolut bagi substrat tertentu, dan tidak akan bekerja bahkan, terhadap molekul yang amat serupa. Contoh yang baik adalah enzim aspartase, yang ditemukan di dalam banyak tumbuhan dan bakteri. Aspartase mengkatalisa penambahan amonia kepada ikatan ganda asam fumarat membentuk L-aspartat secara dapat balik. Akan tetapi, aspartase tidak menyebabkan terjadinya penambahan amonia terhadap asam tidak jenuh lainnya. Aspartase juga memiliki sifat optik yang kaku dan spesifisitas geometrik. enzim ini tidak akan bekerja terhadap D-aspartat, dan tidak akan menambahkan amonia kepada maleat, yaitu, isomer geometrik sis dari fumarat.
Pada kelompok ekstrim lain, dijumpai enzim-enzim dengan spesifisitas yang relatif luas, dan bekerja pada berbagai senyawa yang memiliki ciri struktural yang sama. Sebagai contoh, khimotripsin mengkatalisa hidrolisis berbagai peptida atau polipeptida, tetapi hanya memotong ikatan peptida dengan gugus karbonil yang berasal dari fenilalanin, tirosin, atau triptofan. Contoh yang agak berbeda adalah fosfatase usus yang mengkatalisa hidrolisis berbagai ester asam fosfat yang berbeda, tetapi pada kecepatan yang agak bervariasi. Penelitian mengenai spesifisitas substrat enzim telah membawa kita kepada konsep hubungan "gembok dan kunci" yang saling berpasangan, di antara molekul substrat dan suatu daerah spesifik pada permukaan molekul enzim, yaitu pada sisi aktif atau ssii kataliknya, tempat enzim berikatan dengan substrat pada saat terjadi reaksi katalitik.
Penelitian terhadap spesifisitas enzim menunjukkan bahwa molekul substrat harus memiliki dua ciri struktural yang jelas: (1) ikatan kimiawi spesifik yang dapat diserang oleh enzim dan (2) biasanya beberapa gugus fungsional lainnya, yaitu gugus pengikat, yang berikatan dengan enzim dan mengarahkan molekul substrat dengan tepat pada sisi aktif sehingga ikatan yang rapuh tapi tepat terletak pada posisi yang berhubungan dengan gugus katalitik enzim. Spesifisitas substrat bagi khimotripsin, yang biasanya mengnidrolisa ikatan peptida tersebut pada protein dan peptida sederhana, dengan gugus karbonil yang berasal dari asarn amino yang memiliki cincin aromatik, yaitu residu tirosin, triptofan, dan fenilalanin. Akan tetapi, uji terhadap lusinan kemungkinan molekul substrat sintetik yang berbeda-beda telah memperlihatkan bahwa khimotripsin dapat juga menguraikan amida sederhana selain ikatan ester. Tambahan pula, gugus aromatik R dari tirosin, triptofan, dan fenilalanin yang bersifat spesifik bagi khimotripsin yang menguraikan polipeptida ini, nampaknya berperan hanya sebagai gugus hidrofobik pengikat. Bukti untuk hal ini adalah bahwa khimotripsin juga akan menerima substrat peptida sintetik, dengan gugus hidrofobik alkil yang relatif besar yang menggantikan cincin arornatik asam amino alamiah. Penelitian spesifisitas substrat fersebut, bersama-sama dengan penelitian penghambatan enzim, menyebabkan kita dapat memetakan sisi aktif enzim.
b). Enzim Memperlihatkan Semua Sifat-sifat Protein :
Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat ini adalah protein; dan aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas strukturnya sebagai protein. Sebagai contoh, jika suatu enzim dididihkan dengan asam kuat atau diinkubasi dengan tripsin, yaitu, perlakuan :ine memotong rantai polipeptida, aktivitas katalitiknya biasanya akan hancur; hal ini semperlihatkan bahwa struktur kerangka primer protein enzim dibutuhkan untuk aktivitasnya. Selanjutnya, jika kita mengubah berlipatnya rantai protein yang khas dari suatu protein enzim utuh oleh panas, oleh perlakuan pH yang jauh menyimpang dari keadaan normal, atau oleh perlakuan dengan senyawa perusak lainnya, aktivitas katalitik enzim juga akan lenyap. Jadi, struktur primer, sekunder, dan tertier protein enzim penting bagi aktivitas katalitiknya.
Enzim, seperti protein lain, mempunyai berat molekul yang berkisar dari kira-kira 12.000 sampai lebih dari 1 juta. Oleh karena itu, enzim berukuran amat besar dibandingkan dengan substrat atau gugus fungsional targetnya. Beberapa enzini hanya terdiri dari polipeptida dan tidak mengandung gugus kimiawi selain residu asam ammo, contohnya adalah ribonuklease pankreas. Akan tetapi, enzim lain, memerlukan tambahan komponen kimia bagi aktivitasnya; komponen ini, disebut kofaktor. Kofaktor mungkin suatu molekul anorganik seperti ion Fe2+, Mn2+, atau Zn2+ ,atau mungkin juga suatu molekul organik kompleks yang disebut koenzim. Beberapa enzim membutuhkan baik koenzim maupun satu atau lebih ion logam bagi aktivitasnya. Pada beberapa enzim, koenzim atau ion logam hanya terikat secara lemah atau dalam waktu sementara pada protein, tetapi, pada enzim lain. Senyawa ini terikat kuat, atau terikat secara permanen yang dalam hal ini disebut [gugus prostetik} Enzim yang sirukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis, bersama-sama dengan koenzim atau gugus lommnya disebut holoenzim. Koenzim dan ion logam bersifat stabil sewaktu pemanasan, sedangkan bagian protein enzim, yang disebut apoenzim, terdenaturasi oleh pemanasan.
c). Enzim Meningkatkan Kecepatan Reaksi Kimia dengan Menurunkan Energi Aktivasinya :
Enzim adalah katalisator sejati. Molekul ini meningkatkan dengan nyata kecepatan reaksi kimia spesifik yang tanpa enzim akan berlangsung amat lambat. Enzim tidak dapat mengubah titik kesetimbangan reaksi yang dikatalisisnya; enzim juga tidak akan habis dipakai atau diubah secara permanen oleh reaksi-reaksi ini. Bagaimanakah katalisator, termasuk enzim, meningkatkan kecepatan reaksi kimia? Pertama-tama, kita harus mengingat kembali bahwa kandungan energi molekul secara individu di dalam suatu populasi pada suhu tetap amat beragam dan dapat digambarkan oleh suatu kurva berbentuk bel. Beberapa molekul amat kaya akan energi, beberapa mengandung hanya sedikit energi, tetapi kebanyakan molekul memiliki kandungan energi yang mendekati rata-rata. Suatu reaksi kimia seperti A → P terjadi karena bagian molekul A tertentu pada setiap waktu tertentu memiliki lebih banyak energi internal dibandingkan dengan molekul lain di dalam populasi. Energi ini cukup untuk membawanya ke puncak bukit energi, menuju bentuk reaktif yang disebut tahap transisi. Energi aktivasi suatu reaksi adalah jumlah energi dalam kalori yang diperlukan untuk membawa semua molekul pada 1 mol senyawa pada suhu tertentu menuju tingkat transisi pada puncak batas energi. Pada tahap ini, terdapat peluang yang sama bagi molekul-molekul tersebut. Untuk mengalami reaksi, membentuk produk atau untuk kembali menuju pool (kumpulan) molekul A yang tidak reaktif. Kecepatan setiap reaksi kimia sebanding dengan konsentrasi senyawa pada keadaan transisi. Jadi, kecepatan reaksi kimia akan sangat tinggi jika sebagian besar molekul A berada pada keadaan transisi yang kaya akan energi, tetapi kecepatan ini akan amat rendah, jika hanya sebagian kecil A yang berada pada keadaan transisi.
Terdapat dua cara umum dalam meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Yang satu adalah meningkatkan suhu, yang mempercepat gerak termal molekul, dan karenanya, meningkatkan bagian (fraksi) molekul yang memiliki energi dalam, dengan jumlah yang cukup untuk memasuki keadaan transisi. Biasanya, kecepatan reaksi kimia meningkat sampai kira- kira dua kali dengan kenaikan suhu 10°C.
Cara kedua untuk mempercepat reaksi kimia adalah dengan menambahkan katalisator. Katalisator ini mempercepat reaksi kimia dengan menurunkan batas penghalang energi. Molekul ini, ditunjukkan oleh C, bergabung dengan pereaksi A secara sementara, menghasilkan senyawa atau komplek baru CA, yang memiliki energi aktivasi yang lebih rendah dalam keadaan transisi dibandmgkan dengan keadaan transisi A pada reaksi yang tidak dikatalisa, Kompleks katalisator-pereaksi CA, lalu bereaksi membentuk produk P dengan membebaskan katalisator bebas, lalu dapat bergabung dengan molekul A yang tain dan mengulangi siklus ini. Dengan cara demikian katalisator menurunkan energi aktivasi reaksi-reaksi kimia, dan meningkatkan fraksi molekul di dalam suatu populasi molekul tertentu, untuk lebih cepat bereaksi per satuan waktu, dibandingkan dengan keadaan tanpa katalisator. Banyak bukti yang memperlihatkan bahwa enzim, seperti katalisator lain, juga bergabung dengan substratnya selama siklus katalitiknya.

-          Enzim Alosterik dan perbedaannya dengan enzim biasa
Istilah alosterik diturunkan dari bahasa Yunani "allo" yang berarti yang lain, dan "stereos" yang berarti ruang atau sisi. Enzim alosterik adalah enzim yang memiliki sisi lain selain sisi katalitik. Enzim alosterik mempunyai dua bagian aktif, yaitu bagian aktif yang menangkap substrat dan bagian yang menangkap penghambat. Apabila ada senyawa yang dapat memasuki bagian yang menangkap penghambat maka enzim menjadi tidak aktif, senyawa penghambat tersebut merupakan penghambat alosterik. Struktur senyawa penghambat alosterik tidak mirip dengan struktur substrat. Pengikatan penghambat alosterik pada enzim menyebabkan enzim tidak aktif, sehingga substrat tidak dapat dikatalisis dan tidak menghasilkan produk. Apabila enzim menangkap substrat maka penghambat tidak dapat terikat pada enzim, sehingga enzim dapat aktif mereaksikan substrat menjadi produk.

Di antara sejumlah enzim yang berpartisipasi di dalam metabolisme, terdapat sekelompok khusus yang dikenal sebagai enzim pengatur, yang dapat mengenali berbagai isyarat metabolik dan mengubah kecepatan katalitiknya sesuai dengan isyarat yang diterima. Melalui aktivitasnya, sistem enzim terkoordinasi dengan baik, menghasilkan suatu hubungan yang harmonis di antara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda, yang diperlukan untuk menunjang kehidupan. Enzim pengatur inilah yang disebut dengan enzim alosterik. Enzim alosterik berbeda dengan enzim biasa yang hanya memiliki sisi katalitik saja, tetapi enzim alosterik juga memiliki sisi pengatur. Enzim alosterik inilah yang berperan dalam pengaturan aktivitas metabolik di dalam tubuh.
Pada beberapa penyakit, terutama gangguan genetik yang menurun, mungkin terdapat kekurangan atau bahkan kehilangan satu atau lebih enzim pada jaringan. Pada keadaan abnormal lainnya, aktivitas yang berlebihan dari suatu enzim tertentu, kadang-kadang dapat dikontrol oleh obat yang dibuat untuk menghambat aktivitas katalitiknya. Selanjutnya, pengukuran aktivitas enzim tertentu pada plasma darah, sel darah merah, atau contoh jaringan penting bagi diagnosa penyakit. Enzim telah menjadi alat praktis yang penting, bukan hanya dalam dunia kesehatan, tetapi juga dalam industri kimiawi, dalam pengolahan pangan, dan pertanian. Bahkan pada aktivitas sehari-hari, di rumah, enzim memainkan peranannya.
Sifat-sifat enzim alosterik berbeda nyata dari enzim-enzim bukan pengatur (biasa). Perbedaannya antara lain:
-          Pertama, seperti semua enzim, enzim alosterik memiliki sisi katalitik yang berikatan dengan substrat dan mengubahnya, tetapi enzim ini juga memiliki satu atau lebih sisi pengatur atau alosterik untuk mengikat metabolit pengatur, yang disebut modulator (pengatur) atau efektor. Sama seperti sisi katalitik enzim yang bersifat spesifik bagi substiarnya, sisi alosterik bersifat spesifik bagi modulator (pengatur)-nya.
-          Kedua, molekul enzim alosterik umumnya lebih besar dan lebih kompleks dibandingkan dengan molekul enzim biasa. Kebanyakan enzim-enzim alosterik memiliki dua atau lebih rantai atau subunit polipeptida.
-          Ketiga, enzim alosterik biasanya memperlihatkan penyimpangan yang nyata dari tingkah laku klasik Michaelis-Menten. Hal ini salah satu ciri yang pertama-tama membedakannya dari enzim-enzim biasa.

2.2. Proses Pengaturan Metabolik Enzim Alosterik di dalam Tubuh
Aktivitas katalisis enzim alosterik dapat distimulasi atau dihambat oleh suatu modulator. Modulator dapat berupa modulator posiitif (untuk menstimulasi sisi aktif enzim) dan modulator negatif (untuk mengambat sisi aktif enzim). Modulator dapat berupa produk akhir katabolisme atau anabolisme, zat intemediet dari jalur metabolik, atau produk dari jalur metabolik lain.
Bilamana sisi alosterik diisi oleh modulator negatif atau penghambat spesifik, yang terjadi, Jika konsentrasi senyawa ini meningkat di dalam sel, enzim mengalami perubahan menjadi bentuk yang kurang aktif atau bentuk tidak aktif; dengan kata lain, molekul ini "dimatikan." Bilamana modulator penghambat terlepas dari sisi alosterik, yang terjadi jika konsentrasi modulator di dalam sel menurun, enzim kembali ke bentuk aktif atau bentuk "hidup." Tetapi, terdapat juga enzim alosterik yang diaktifkan oleh molekul modulator (pengatur)-nya. Dalam hal ini, modulator perangsang atau positif bukan merupakan produk akhir rangkaian enzim, tetapi beberapa metabolit lain yang berperan sebagai isyarat molekular terhadap enzim untuk mempercepat dirinya. Seringkali modulator pengalosterik dalam hal ini, disebut homotropik (karena substrat dan modulatomya identik), dan memiliki dua atau lebih sisi pengikatan bagi substriat. Sisi pengikatan ini seringkali memainkan dua peranan; bekerja sebagai sisi katalitik dan juga sisi pengaturan. Jenis enzim alosterik ini bereaksi terhadap keadaan terjadinya akumulasi substrat dalam jumlah berlebih, yang harus diubah dengan reaksi selanjutnya. Jadi, kita memiliki dua jenis enzim alosterik; golongan yang dihambat oleh modulatomya, biasanya oleh molekul bukan substrat (golongan ini disebut enzim heterotropik), dan golongan enzim yang dirangsang oleh modulatornya yang seringkali merupakan substratnya sendiri. Dalam banyak hal, mekanisme aktif-tidaknya enzim alosterik menyerupai mekanisme aktif-tidaknya hemoglobin oleh difosfogliserat.
Pada banyak ensim alosterik, sisi pengikatan substrat dan sisi pengikatan molekul pengatur terletak pada subunit yang berbeda, subunit katalitik (C) dan subunit pengatur (R) berturut-turut. Pengikatan molekul pengatur (modulator) positif M oleh sisi spesifik pada subunit pengatur dikomunikasikan kepada subunit katalitik melalui suatu pembahan konformasi, menjadikan subunit katalitik aktif dan mampu mengikat substrat S dengan afinitas tinggi. Pada penguraian modulator M dari subunit pengatur, enzim kembali menjadi bentuk nonaktif atau kurang aktif.
Beberapa enzim alosterik memiliki dua atau lebih modulator yang dapat berpengaruh secara berlawanan, sehingga satu atau lebih modulator enzim ini bersifat pengaktif, dan satu atau lebih bersifat penghambat. Pada enzim yang lebih kompleks ini, masing-masing modulator memiliki sisi alosterik spesifiknya, yang jika terisi, mengisyaratkan enzim untuk mempercepat kerja katalitiknya atau memperlambat reaksi.

2.3. Proses Penghambatan Balik (Feedback Inhibition) pada Enzim Alosterik beserta Contohnya
Di dalam metabolisme sel, sekumpulan enzim bekerja bersama-sama dalam rangkaian atau sistem yang berurutan, untuk menjalankan proses metabolik tertentu seperti penggubahan glukosa menjadi asam laktat di dalam otot kerangka atau sintesis asam amino dari prekursor yang lebih sederhana. Di dalam sistem enzim seperti itu, produk reaksi enzim pertama menjadi substrat bagi enzim selanjutnya, dan seterusnya. Sistem multi enzim dapat memiliki sampai 15 atau lebih enzim yang bekerja pada urutan spesifik. Di dalam tiap sistem enzim, terdapat sekurang-kurangnya satu enzim, ''pemacu" yang menentukan kecepatan keseluruhan urutan reaksi, karena enzim ini mengkatalisa tahap yang paling lambat, atau tahap penentu kecepatan. Enzim pemacu seperti ini bukan hanya memiliki fungsi katalitik, tetapi juga mampu meningkatkan atau menurunkan aktivitas katalitik sebagai respons lerhadap isyarat tertentu. Melalui kerja enzim pemacu tersebut, kecepatan masing-masing urutan metabolik diatur secara tetap, pada setiap menit, untuk mengubah, menyesuaikan diri, dengan kebutuhan sel akan energi dan molekul unit pembangun yang diperlukan dalam pertumbuhan dan perbaikan sel.
Di dalam kebanyakan sistem multienzim, enzim pertama pada urutan reaksi tersebut merupakan enzim pemacu atau pengatur. Enzim-enzim lain di dalam urutan reaksi yang biasanya terdapat dalam jumlah yang memungkinkan aktivitas katalitik yang berlebihan, hanya mengikuti enzim pengatur ini; enzim-enzim tersebut dapat melangsungkan reaksinya hanya dengan kecepatan yang sesuai dengan kecepatan penyediaan substrat dari tahap sebelumnya. Enzim tersebut, yang aktivitasnya diatur melalui berbagai jenis isyarat molekular, disebut enzim regulatori (atau enzim pengatur). Terdapat dua golongan utama enzim pengatur: enzim alosterik atau pengatur bukan kovalen, dan enzim pengatur kovalen.
Enzim alosterik diatur oleh pengikatan nonkovalen molekul pengatur. Pada beberapa sistem multienzim, enzim pertama atau enzim pengatur memiliki sifat yang menonjol. Enzim ini dihambat oleh produk akhir sistem multienzim. Bilangan produk akhir urutan metabolik tersebut meningkat di atas konsentrasi imbang-normalnya, yang menunjukkan bahwa senyawa ini sedang diproduksi dalam jumlah yang melebihi kebutuhan sel, produk akhir urutan ini bekerja sebagai suatu penghambat spesifik terhadap enzim pertama atau pengatur di dalam urutan ini. Keseluruhan sistem enzim, oleh karenanya, melambatkan kecepatan reaksi sehmgga produksi senyawa produk akhir tersebut menjadi seimbang dengan kebutuhan sel. Jenis pengaturan ini disebut penghambatan balik.
Contoh klasik dari penghambatan balik alosterik seperti ini; salah satu yang pertama kali ditemukan, adalah sistem enam bakteri yang mengkatalisa pengubahan L-treonin menjadi L-isoleusin. Pada urutan lima enzim ini, yang pertama yaitu dehidratase treonin dihambat oleh isoleusin, produk enzim terakhir dari rangkaian ini. Isoleusin bersifat spesifik sebagai penghambat. Tidak ada senyawa antara lain pada rangkaian reaksi ini yang bersifat menghambat terhadap dehidratase treonin, demikian pula tidak ada enzim lain di dalam rangkaian ini yang dihambat oleh isoleusin. Penghambatan balik adalah satu di antara berbagai jenis pengaturan alosterik. Penghambatan dehidratase treonin oleh isoleusin bersifat dapat balik, jika konsentrasi isoleusin menurun, kecepatan aktivitas reaksi dehidratase treonin meningkat. Jadi, aktivitas dehidratase treonin bereaksi dengan sangat cepat dan bersifat dapat balik terhadap fluktuasi konsentrasi isoleusin di dalam sel. Walaupun isoleusin merupakan penghambat enzim yang amat spesifik, isoleusin tidak berikatan dengan sisi substrat. Sebaliknya, molekul ini berikatan dengan sisi spesifik lain pada molekul enzim, yaitu sisi pengatur. Pengikatan isoleusin pada sisi pengatur dehidratase treonin mi bersifat nonkovalen dan karenanya, segera dapat diatasi. Dehidratase treonin merupakan anggota yang khas dari golongan enzim alosterik, yaitu enzim-enzim pengatur yang berfungsi melalui pengikatan nonkovalen dan dapat balik suatu molekul pengatur.

2.4. Enzim Alosterik Tidak Mengikuti Kaidah Michaelis-Menten
Enzim alosterik memperlihatkan hubungan di antara konsentrasi substrat dan kecepatan reaksi yang berbeda dari tingkahlaku klasik Michaelis-Menten dalam berbagai hal, tergantung pada apakah enzim memiliki modulator penghambat atau pengaktif. Enzim alosterik memperlihatkan "kejenuhan" dengan substrat, jika substrat ditambahkan pada konsentrasi cukup tinggi, tetapi bilamana kecepatan awal beberapa enzim alosterik dipetakan terhadap konsentrasi substra, terjadi kurva kejenuhan yang berbentuk sigmoid, dan bukan kurva kejenuhan substrat hiperbolik yang telah kita kenal, seperti diperlihatkan oleh enzim biasa. Walaupun kita dapat menemukan suatu titik pada kurva kejenuhan sigmoid pada enzim alosterik, yang memperlihatkan setengah kecepatan reaksi maksimum, kita tidak dapat menggunakannya sebagai penentu KM, karena enzim ini tidak mengikuti hubungan hiperbolik Michaelis-Menten. Sebaliknya, lambang [S]0.5 atau K0.5 dipergunakan untuk menunjukkan konsentrasi substrat yang memberikan kecepatan setengah makaimum enzim alosterik.
Kurva kejenuhan hiperbolik bagi enzim biasa yang diperlihatkan sebelumnya, amat mirip dengan kurva pengikatan oksigen yang ditunjukkan oleh mioglobin. Sebaliknya, kurva kejenuhan enzim alosterik bersifat sigmoid, menyerupai kurva pengikatan oksigen hemoglobin. Memang, mioglobin dan hemoglobin dapat dipandang sebagai model yang bennanfaat bagi interpretasi tingkahlaku enzim biasa dan enzim alosterik. Mioglobin hanya memiliki satu sisi pengikatan bagi ligannya (oksigen), satu rantai polipeptida, dan protein ini memberikan kurva kejenuhan oksigen yang berbentuk hiperbola. Serupa dengan itu, banyak enzim "nonregulatory" (biasa) juga hanya memiliki satu sisi pengikatan bagi substratnya, satu rantai polipeptida dan memberikan kurva kejenuhan substrat berbentuk hiperbolik. Sebaliknya, hemoglobin memiliki empat sisi pengikatan, satu pada tiap-tiap subunitnya, dan keempat subunit ini bekerja secara kooperatif. Ingatlah bahwa jika satu sisi pengikatan hemoglobin dilisi oleh molekul oksigen, daya gabung sisi pengikatan oksigen sisanya meningkat, menyebabkan kurva kejenuhan oksigen meningkat dengan tajam, setelah oksigen pertama diikat, dan menyebabkan kurva ini berbentuk sigmoid. Serupa dengan hal itu, enzim alosterik homotropik memiliki banyak sisi pengikatan bagi substratnya, dan bekerja secara kooperatif, sehingga pengikatan satu molekul substrat meningkatkan dengan nyata pengikatan molekul substrat selanjutnya. Keterangan di atas rnenjelaskan peningkatan sigmoid dan bukan hiperbolik pada kecepatan aktivitas enzim oleh peningkatan konsentrasi substrat. Dengan enzim heterotropik, yang modulatornya merupakan beberapa metabolit selain substratnya sendiri, sulit untuk membuat suatu generalisasi mengenai bentuk kurva kejenuhan substrat, yang berhubungan apakah modulator dengan tersebut positif (mengaktifkan) atau negatif (menghambat). Jika modulator bersifat mengaktifkan, senyawa ini dapat menyebabkan kurva kejenuhan substrat menjadi lebih menyerupai hiperbolik, dengan penurunan pada K0.5, tetapi Vmaks tidak berubah, jadi, menyebabkan peningkatan kecepatan pada konsentrasi substrat tetap. Enzim alosterik lain bereaksi terhadap modulator pengaktif dengan meningkatkan Vmaks ,dan sedikit perubahan pada K0.5. Jika modulator bersifat negatif atau menghambat, kurva kejenuhan substrat dapat menjadi lebih sigmoid,dengan peningkatan dalam K0.5. Oleh karena itu, enzim alosterik memperlihatkan reaksi yang berbeda-beda dalam kurva aktivitas substratnya, karena, beberapa memiliki modulator penghambat, beberapa memiliki modulator pengaktif, dan beberapa memiliki keduanya.
Kurva aktivitas substrat bagi contoh enzim alosterik. (a) Kurva sigmoid yang ditunjukkan oleh suatu enzim homotropik, dengan substrat yang juga berperan sebagai modulator positif [pengaktif]. K0.5 adalah konsentrasi substrat yang memberikan setengah kecepatan maksimum. Perhatikan bahwa peningkatan yang relatif kecil pada konsentrasi substrat pada bagian yang curam dari kurva dapat menyebabkan peningkatan, tinggi pada kecepatan reaksi. Perhatikan juga persamaannya dengan kurva kejenuhan oksigen hemoglobin, (b) Pengaruh modulator positif (+) atau pengaktif, modulator negatif (—) atau penghambat, dan tanpa modulator (0) terhadap enzim alosterik dengan K0.5 enzim yang diubah tanpa perubahan pada Vmaks, (c) jenis pengaturan yang lebih sedikit dijumpai, dengan Vmaks yang diubah, dan K0.5 yang hampir-hampir tetap. Ini adalah contoh-contoh berbagai reaksi yang kadang-kadang kompleks yang diberikan oleh enzim alosterik terhadap modulatornya.









1 komentar: